phone: +60 13-456 7365
Hisyam Shamsudin SU Persatuan

Siri 6


Apa Dia Zikir Dan Wirid? Erta Adat dan adabnya.
*******
Bismillah
Wassolatu wassalam 'ala Rasulillah SAW


1- Zikir dari segi istilah digunakan dengan makna mengingati Allah SWT, samada dengan menyebut zatNya atau sifatNya atau perbuatanNya atau hukumNya atau dengan membaca kitabNya atau dengan memohon dan berdoa kepadaNya atau dengan memujiNya dengan segala jenis puji-pujian. (Mausu'ah Feqhiah Kuwaitiah: 22/221)

2- Wirid ialah amalan zikir harian yang ditetapkan oleh seseorang pada dirinya seperti pembacaan ayat-ayat dan surah-surah Al-Quran yang tertentu atau zikir-zikir tertentu. (Mausu'ah Feqhiah Kuwaitiah: 22/263, Lisanul Arab oleh ibn Mandzur)

3- Perbezaannya umum dan khusus; kerana semua jenis wirid adalah berasal dari zikir dan amalan wirid pula adalah khusus kepada seseorang dengan zikir yang tertentu.

Wallahu a3lam

sy cuba jawab no 3..
amalan yg di suruh/disukai rasulullah adalah istiqomah..
amalan yang tetap walaupun sedikit tapi terus menerus.
daripada amal yang banyak tapi tidak tetap..
dibuat berlandaskan iman/takwa dan kehambaan..maksud saya ikhlas..[/B]

Rujukan sumber;
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=5731.0
Kitab Al Umm, Imam Syafi’i [bhs Arab]
Bismillahirrahmanirrahim

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Al- Ahzaab : 41 – 42)

Perintah berzikir banyak dalam al Qur’an. Dalil-dalil yang lain dalam Al-qur’an :

Al Baqarah : 198,200,203,239, Al-Ahzab :35, Ali Imron : 41,191, Ar-Ra’d : 28, Al-Anfal :45, Al-Hasyir : 19, Al-Munafiqun : 9. Al -Ahzab : 41- 42, Al Maidah :4, Al Hajj : 36, Al Muzammil : 8, Al Insaan : 25, dan lain-lain.

Ayat-ayat diatas bersifat “umum” (‘aam), kemudian bagaimana cara berzikir dan berdo’anya di-“tahsis” (dikhususkan) oleh ayat Al-Qur’an :


CARA BERZIKIR

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Dan berdzikirlah (sebutlah nama Rabbmu) dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al-A’raf : 205)
Kandungan ayat :
1. Berzikir hendaknya di dalam hati ( hidupkan qalbu), zikir dibibir dan hidup zikir di qalbu)
2. Berzikir hendaknya dengan tidak mengeraskan suara
3. Berzikir hendaknya dengan merendahkan diri dengan rasa takut kepada Allah
CARA BERDO’A

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdo’alah kepada Rabb kalian dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Al-A’raf : 55).

Kandungan ayat :

1. Berdo’a hendaklah dengan cara merendahkan diri
2. Berdo’a hendaklah dengan suara yang lembut (tidak keras, apalagi memakai Pengeras Suara)

Ayat ini adalah JUKLAK : (Petunjuk Pelaksanaan / Cara) BERDO’A

Keterangan :

Tafsir Al-Qurtubi, al Qurtubi dalam tafsirnya (1/130) menafsiri surat Al-A’raf : 55,

“Merahasiakan doa (tidak dengan suara yang nyaring) jauh lebih mulia, karena yang demikian itu tidak disusupi riya”.

Tafsir Al-Baidhawy (3/27) :

“Kemudian Allah memerintahkan mereka agar berdo’a kepada-Nya dengan merendah diri dan ikhlas, dengan berfirman, ‘Ud’u Rabbakum tadharru’an wa khufyatan’. Artinya dengan merendah diri dan suara yang lembut. Suara yang lembut ini merupakan bukti ikhlas”.

Atau Silahkan baca :

1. Tafsir Ibnu Katsir (2/222), atau surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
2. Tafsir Fathul Qadir (2/215), atau surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
3. Tafsir Ruhul Ma’any (9/154). atau surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
4. Tafsir At-Thabari surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
5. Tafsir Jalalain surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
6. Tafsir As-Sa’dy surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
7. Tafsir Al-Misbah ; Prof.Dr. Quraish Shihab pada surah Al ‘Araf 55 dan 205.
8. Tafsir Al-Azhar ; Prof.Dr. Hamka pada surah Al ‘Araf 55 dan 205

Ibnu Abbas berkata ketika beliau masih kanak-kanak (beliau belum ikut shalat berjama’ah) mendengar Rasulullah berzikir dengan suara keras atau nyaring seusai shalat fardu, dan Rasulullah melakukan hal tersebut dalam rangka mengajari bacaan zikir kepada para sahabat. (lihat Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi juz 5 hal. 84)

“Aku mengetahui bahwa selesainya shalat Rasulullah dengan takbir”
Dalam riwayat lain:

“Bahwa mengeraskan dzikir ketika orang-orang telah selesai melaksanakan shalat fardu terjadi pada masa Rasulullah”

Namun beberapa tahun kemudian setelah ia (Ibnu Abbas) beranjak dewasa, ia tidak pernah mendengar rasulullah dan para sahabat berzikir dengan suara yang nyaring. Ibnu Abbas berkata:
“Zikir dan do’a tidak boleh bersuara dengan keras, tetapi harus sembunyi, sirr, hanya pelakunya sendiri yang mendengar (komat-kamit), siapapun didekatnya tidak dapat mendengar suaranya.

Rasulullah menegur para shahabat ketika meninggikan suara mereka ketika berdoa,
اربعوا علي انفسكم فانكم لا تدعو ن أصم ولا غاء بًا انكم تدعون سميعًا قريبًا
“Kasihanilah diri kalian karena kalian tidak berdo’a kepada Rabb Yang tuli dan jauh, tetapi kalian berdo’a kepada Rabb Yang Mahamendengar dan Mahadekat”.
(Hadits Shahih Riwayat Bukhari no. 6384, Fathul Baari XI/187, HR. Muslim no. 2704 atau HR. Bukhari (7/162-169), HR. Muslim (8/73-74), HR. Abu Dawud no. 1526, 1527, 1528. HR. Tirmidzi (5/172-173), HR. Ahmad (3/393, 402, 418) dari jalan Abu Musa Al Asy’ary.
Dari Abu Said al Khudry, ia berkata:

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُون بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ لَهُ ، فَكَشَفَ السُّتُورَ ، وَقَالَ : إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ، وَلاَ يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ

“Rasulullah pernah ‘itikaf di masjid, lalu beliau mendengar sebagian sahabat mengeraskan bacaan, maka beliau membuka tabir (kemahnya yang berada di dalam masjid) dan bersabda, “Ketahuilah ! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu sedang bermunajat kepada Rabb-nya, oleh karena itu janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaannya kepada sebagian yang lain“

(Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no: 1332, Ibnu Khuzaimah No: 1162, HR. Ahmad di dalam Musnad No: 11913.)
Imam Syafi’i dalam kitabnya Al Umm ( dalam bab Berkata-katanya Imam dan duduknya sesudah memberi salam ) berkata :

واختيار للامام والمأموم أن يذكر الله بعد الانصراف من الصلاة ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماما يجب أن يتعلم منه فيجهر حتى يرى
أنه قد تعلم منه ثم يسر

“Dan aku (Imam Syafi’i) lebih memilih bagi para imam dan makmum untuk berzikir setelah shalat (lima waktu) dengan cara menyembunyikan (tidak mengeraskan suara), kecuali bila si Imam harus mengajarkan kepada makmum (apa yang dibaca), maka ia boleh mengeraskan bacaan tersebut sampai mereka (makmum) bisa, tetapi ia (si Imam shalat) kembali untuk tidak mengeraskan suaranya apabila makmum sudah bisa”.

• Mazhab Hanafi

Imam Alaauddin Al-Kaasaani Al Hanafi dalam kitabnya Bada’ush Shanaa’i fi Tartiibisy Syaraa’i (I/196) dari Abu Hanifah berkata :
“Mengeraskan suara (tasbih, tahmid, takbir) pada asalnya adalah bid’ah, karena sunnahnya, zikir diucapkan dengan suara lembut. Allah berfirman : “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut “( Al-A’raaf : 55)

• Mazhab Maliki

Asy-Syaikh Muhammad bin Ahman Miyarah Al-Maliky kitabnya Ad-Daruts Tsamin wal Mauridul Mu’ayyan (hal: 173,212) :
“Imam Malik beserta sejumlah ulama membenci kebiasaan para imam yang memimpin para jama’ah masjid untuk berdo’a bersama dengan suara keras disetiap selesai shalat wajib”.

• Mazhab Syafi’i

Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm (I/II) berkata :
“Pendapat yang aku pilih perihal imam dan makmum, hendaknya keduanya berzikir kepada Allah setiap usai shalat wajib tanpa mengeraskan zikir, kecuali bagi seorang imam yang berkewajiban untuk mengajarkan kepada makmumnya. Hingga ketika imam melihat bahwa mereka telah mampu, diapun kembali berzikir dengan suara pelan”.

Atau dalam kitab “al Umm” terjemahan Indonesia oleh Prof Tk. H. Ismail Yakub Sh, MA. Jilid I (satu) Hal. 296: Imam Syafi’i mengatakan :
“Saya memandang baik bagi imam dan ma’mun, bahwa berzikir kepada Allah, sesudah keluar dari shalat. Keduanya itu menyembunyikan dzikir, kecuali bahwa dia itu imam yang harus orang belajar dari padanya. Maka ia mengeraskan suaranya, sehingga ia melihat bahwa orang telah mempelajari dari padanya. Kemudian ia mengecilkan suaranya”.(cuplikan sesuai dengan buku asli terjemahan tanpa merubah teks sedikitpun)

Imam An-Nawawy dalam kitabnya Al-Majmuu (III/465-469) berkata :
“Imam Syafi’i beserta para pengikutnya sepakat atas disunnahkannya berzikir setiap selesai shalat. Hal itu disunnahkan bagi seorang imam, makmum, sendirian, laki-laki, perempuan, orang musyafir dll. Adapun kebiasaan orang-orang atau kebanyakan mereka yang mengkhususkan do’a seorang imam dalam dua waktu shalat, yakni subuh dan asar tidak ada dalil”.

Kemudian Imam Nawawi, dalam kitabnya Tahqiq (219) beliau berkata :
“ Disunnahkan berzikir dan berdo’a dengan suara rendah setiap selesai shalat. Dan jika seorang imam ingin mengajari para makmum, boleh baginya mengeraskan zikirnya, dan apabila mereka sudah mengerti, imam itu kembali merendahkan suara zikirnya”.

0 comments: