phone: +60 13-456 7365
Hisyam Shamsudin SU Persatuan

Senarai Exco Puteri 2011 PERSATUAN PENCAK SILAT SRI GAYONG PANGLIMA ULUNG SMA AL-MADRASAH AD DINNIAH, ARAU, PERLIS

EXCO PUTERI PERSATUAN PENCAK SILAT SRI GAYONG PANGLIMA ULUNG
SMA AL-MADRASAH AD DINNIAH, ARAU, PERLIS 2011


PENGERUSI
NURUL HIDAYAH BT ABD. HALIM 
(NO. K/P: 930306-02-5034)

TIMBALAN PENGERUSI
HAZWANI IZZATI BT HARUN 
(NO. K/P: 940520-09-5116)

SETIAUSAHA
ADILAH BT AHMAD 
(NO. K/P: 930120-09-5018)

BENDAHARI
RABIATUL IZZATI BT CHE FEZA 
(NO. K/P: 930830-08-5260)


AHLI JAWATANKUASA

1. ATHIRAH BT JINAL (NO. K/P: 930728-13-5196)
2. IYLIA NURHANIS BT NORRIS (NO. K/P: 930802-07-5428)
3. NUR SHAHIRAH BT AHMAD DAUD (NO.K/P: 931025-02-5374)
4. NAWAL BT AHMA BAHARRUDIN (NO.K/P: 930715-08-6292)
5. JUNAIDA ADILAH BT JOHARY (NO. K/P: 931203-09-5026)
6. NUR AMIRAH BT ABDUL RAZAK (NO. K/P: 930205-09-5084)

0 comments:

GELANGGANG AL-MAAD


PERSATUAN PENCAK SILAT SRI GAYONG PANGLIMA ULUNG 
SMA AL-MADRASAH AD DINNIAH, ARAU, PERLIS 


0 comments:

Siri 6


Apa Dia Zikir Dan Wirid? Erta Adat dan adabnya.
*******
Bismillah
Wassolatu wassalam 'ala Rasulillah SAW


1- Zikir dari segi istilah digunakan dengan makna mengingati Allah SWT, samada dengan menyebut zatNya atau sifatNya atau perbuatanNya atau hukumNya atau dengan membaca kitabNya atau dengan memohon dan berdoa kepadaNya atau dengan memujiNya dengan segala jenis puji-pujian. (Mausu'ah Feqhiah Kuwaitiah: 22/221)

2- Wirid ialah amalan zikir harian yang ditetapkan oleh seseorang pada dirinya seperti pembacaan ayat-ayat dan surah-surah Al-Quran yang tertentu atau zikir-zikir tertentu. (Mausu'ah Feqhiah Kuwaitiah: 22/263, Lisanul Arab oleh ibn Mandzur)

3- Perbezaannya umum dan khusus; kerana semua jenis wirid adalah berasal dari zikir dan amalan wirid pula adalah khusus kepada seseorang dengan zikir yang tertentu.

Wallahu a3lam

sy cuba jawab no 3..
amalan yg di suruh/disukai rasulullah adalah istiqomah..
amalan yang tetap walaupun sedikit tapi terus menerus.
daripada amal yang banyak tapi tidak tetap..
dibuat berlandaskan iman/takwa dan kehambaan..maksud saya ikhlas..[/B]

Rujukan sumber;
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=5731.0
Kitab Al Umm, Imam Syafi’i [bhs Arab]
Bismillahirrahmanirrahim

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Al- Ahzaab : 41 – 42)

Perintah berzikir banyak dalam al Qur’an. Dalil-dalil yang lain dalam Al-qur’an :

Al Baqarah : 198,200,203,239, Al-Ahzab :35, Ali Imron : 41,191, Ar-Ra’d : 28, Al-Anfal :45, Al-Hasyir : 19, Al-Munafiqun : 9. Al -Ahzab : 41- 42, Al Maidah :4, Al Hajj : 36, Al Muzammil : 8, Al Insaan : 25, dan lain-lain.

Ayat-ayat diatas bersifat “umum” (‘aam), kemudian bagaimana cara berzikir dan berdo’anya di-“tahsis” (dikhususkan) oleh ayat Al-Qur’an :


CARA BERZIKIR

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Dan berdzikirlah (sebutlah nama Rabbmu) dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al-A’raf : 205)
Kandungan ayat :
1. Berzikir hendaknya di dalam hati ( hidupkan qalbu), zikir dibibir dan hidup zikir di qalbu)
2. Berzikir hendaknya dengan tidak mengeraskan suara
3. Berzikir hendaknya dengan merendahkan diri dengan rasa takut kepada Allah
CARA BERDO’A

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdo’alah kepada Rabb kalian dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Al-A’raf : 55).

Kandungan ayat :

1. Berdo’a hendaklah dengan cara merendahkan diri
2. Berdo’a hendaklah dengan suara yang lembut (tidak keras, apalagi memakai Pengeras Suara)

Ayat ini adalah JUKLAK : (Petunjuk Pelaksanaan / Cara) BERDO’A

Keterangan :

Tafsir Al-Qurtubi, al Qurtubi dalam tafsirnya (1/130) menafsiri surat Al-A’raf : 55,

“Merahasiakan doa (tidak dengan suara yang nyaring) jauh lebih mulia, karena yang demikian itu tidak disusupi riya”.

Tafsir Al-Baidhawy (3/27) :

“Kemudian Allah memerintahkan mereka agar berdo’a kepada-Nya dengan merendah diri dan ikhlas, dengan berfirman, ‘Ud’u Rabbakum tadharru’an wa khufyatan’. Artinya dengan merendah diri dan suara yang lembut. Suara yang lembut ini merupakan bukti ikhlas”.

Atau Silahkan baca :

1. Tafsir Ibnu Katsir (2/222), atau surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
2. Tafsir Fathul Qadir (2/215), atau surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
3. Tafsir Ruhul Ma’any (9/154). atau surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
4. Tafsir At-Thabari surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
5. Tafsir Jalalain surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
6. Tafsir As-Sa’dy surah al ‘Araf ayat 55 dan 205
7. Tafsir Al-Misbah ; Prof.Dr. Quraish Shihab pada surah Al ‘Araf 55 dan 205.
8. Tafsir Al-Azhar ; Prof.Dr. Hamka pada surah Al ‘Araf 55 dan 205

Ibnu Abbas berkata ketika beliau masih kanak-kanak (beliau belum ikut shalat berjama’ah) mendengar Rasulullah berzikir dengan suara keras atau nyaring seusai shalat fardu, dan Rasulullah melakukan hal tersebut dalam rangka mengajari bacaan zikir kepada para sahabat. (lihat Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi juz 5 hal. 84)

“Aku mengetahui bahwa selesainya shalat Rasulullah dengan takbir”
Dalam riwayat lain:

“Bahwa mengeraskan dzikir ketika orang-orang telah selesai melaksanakan shalat fardu terjadi pada masa Rasulullah”

Namun beberapa tahun kemudian setelah ia (Ibnu Abbas) beranjak dewasa, ia tidak pernah mendengar rasulullah dan para sahabat berzikir dengan suara yang nyaring. Ibnu Abbas berkata:
“Zikir dan do’a tidak boleh bersuara dengan keras, tetapi harus sembunyi, sirr, hanya pelakunya sendiri yang mendengar (komat-kamit), siapapun didekatnya tidak dapat mendengar suaranya.

Rasulullah menegur para shahabat ketika meninggikan suara mereka ketika berdoa,
اربعوا علي انفسكم فانكم لا تدعو ن أصم ولا غاء بًا انكم تدعون سميعًا قريبًا
“Kasihanilah diri kalian karena kalian tidak berdo’a kepada Rabb Yang tuli dan jauh, tetapi kalian berdo’a kepada Rabb Yang Mahamendengar dan Mahadekat”.
(Hadits Shahih Riwayat Bukhari no. 6384, Fathul Baari XI/187, HR. Muslim no. 2704 atau HR. Bukhari (7/162-169), HR. Muslim (8/73-74), HR. Abu Dawud no. 1526, 1527, 1528. HR. Tirmidzi (5/172-173), HR. Ahmad (3/393, 402, 418) dari jalan Abu Musa Al Asy’ary.
Dari Abu Said al Khudry, ia berkata:

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُون بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ لَهُ ، فَكَشَفَ السُّتُورَ ، وَقَالَ : إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ، وَلاَ يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ

“Rasulullah pernah ‘itikaf di masjid, lalu beliau mendengar sebagian sahabat mengeraskan bacaan, maka beliau membuka tabir (kemahnya yang berada di dalam masjid) dan bersabda, “Ketahuilah ! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu sedang bermunajat kepada Rabb-nya, oleh karena itu janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaannya kepada sebagian yang lain“

(Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no: 1332, Ibnu Khuzaimah No: 1162, HR. Ahmad di dalam Musnad No: 11913.)
Imam Syafi’i dalam kitabnya Al Umm ( dalam bab Berkata-katanya Imam dan duduknya sesudah memberi salam ) berkata :

واختيار للامام والمأموم أن يذكر الله بعد الانصراف من الصلاة ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماما يجب أن يتعلم منه فيجهر حتى يرى
أنه قد تعلم منه ثم يسر

“Dan aku (Imam Syafi’i) lebih memilih bagi para imam dan makmum untuk berzikir setelah shalat (lima waktu) dengan cara menyembunyikan (tidak mengeraskan suara), kecuali bila si Imam harus mengajarkan kepada makmum (apa yang dibaca), maka ia boleh mengeraskan bacaan tersebut sampai mereka (makmum) bisa, tetapi ia (si Imam shalat) kembali untuk tidak mengeraskan suaranya apabila makmum sudah bisa”.

• Mazhab Hanafi

Imam Alaauddin Al-Kaasaani Al Hanafi dalam kitabnya Bada’ush Shanaa’i fi Tartiibisy Syaraa’i (I/196) dari Abu Hanifah berkata :
“Mengeraskan suara (tasbih, tahmid, takbir) pada asalnya adalah bid’ah, karena sunnahnya, zikir diucapkan dengan suara lembut. Allah berfirman : “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut “( Al-A’raaf : 55)

• Mazhab Maliki

Asy-Syaikh Muhammad bin Ahman Miyarah Al-Maliky kitabnya Ad-Daruts Tsamin wal Mauridul Mu’ayyan (hal: 173,212) :
“Imam Malik beserta sejumlah ulama membenci kebiasaan para imam yang memimpin para jama’ah masjid untuk berdo’a bersama dengan suara keras disetiap selesai shalat wajib”.

• Mazhab Syafi’i

Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm (I/II) berkata :
“Pendapat yang aku pilih perihal imam dan makmum, hendaknya keduanya berzikir kepada Allah setiap usai shalat wajib tanpa mengeraskan zikir, kecuali bagi seorang imam yang berkewajiban untuk mengajarkan kepada makmumnya. Hingga ketika imam melihat bahwa mereka telah mampu, diapun kembali berzikir dengan suara pelan”.

Atau dalam kitab “al Umm” terjemahan Indonesia oleh Prof Tk. H. Ismail Yakub Sh, MA. Jilid I (satu) Hal. 296: Imam Syafi’i mengatakan :
“Saya memandang baik bagi imam dan ma’mun, bahwa berzikir kepada Allah, sesudah keluar dari shalat. Keduanya itu menyembunyikan dzikir, kecuali bahwa dia itu imam yang harus orang belajar dari padanya. Maka ia mengeraskan suaranya, sehingga ia melihat bahwa orang telah mempelajari dari padanya. Kemudian ia mengecilkan suaranya”.(cuplikan sesuai dengan buku asli terjemahan tanpa merubah teks sedikitpun)

Imam An-Nawawy dalam kitabnya Al-Majmuu (III/465-469) berkata :
“Imam Syafi’i beserta para pengikutnya sepakat atas disunnahkannya berzikir setiap selesai shalat. Hal itu disunnahkan bagi seorang imam, makmum, sendirian, laki-laki, perempuan, orang musyafir dll. Adapun kebiasaan orang-orang atau kebanyakan mereka yang mengkhususkan do’a seorang imam dalam dua waktu shalat, yakni subuh dan asar tidak ada dalil”.

Kemudian Imam Nawawi, dalam kitabnya Tahqiq (219) beliau berkata :
“ Disunnahkan berzikir dan berdo’a dengan suara rendah setiap selesai shalat. Dan jika seorang imam ingin mengajari para makmum, boleh baginya mengeraskan zikirnya, dan apabila mereka sudah mengerti, imam itu kembali merendahkan suara zikirnya”.

0 comments:

Tok Ku Paloh Al-Aidrus



Tok Ku Paloh Al-Aidrus pejuang Islam dan bangsa Melayu 


Oleh:Al-marhum Tuan Guru hj Wan Mohd. Shaghir Abdullah

PESANAN TOKKU PALOH : MAKA TINGGALKANLAH DUNIAMU DAN BELAYARLAH MENUJU TUHANMU. JANGANLAH SEKALI-KALI ENGKAU MELABUHKAN SAUH KETIDAKPASTIAN ITU BIARLAH APA KATA MEREKA PADA DIRIMU. BERHIJRAHLAH, BELAYARLAH MENUJU TUHANMU KERANA KAULAH MELAYU

Pahlawan Datuk Bahaman pernah meminta perlindungan daripada Tok Ku Paloh Al-Aidrus.


DALAM halaman Agama Utusan Malaysia keluaran Isnin lalu, nama Tok Ku Paloh ada disebutkan. Peranan penting ayah beliau, Saiyid Muhammad bin Saiyid Zainal Abidin al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar di Terengganu, dilanjutkan pula oleh Tok Ku Paloh.

Beberapa riwayat tulisan yang terdahulu daripada ini, termasuk percakapan lisan, ada memperkatakan tentang sumbangan tersebut. Bagaimanapun, saya menemui beberapa dokumen yang menunjukkan Tok Ku Paloh bukan berpengaruh di Terengganu saja, tetapi juga di Patani.

Hubungan beliau sangat erat dengan Haji Wan Ismail bin Syeikh Ahmad al-Fathani, iaitu Kadi Jambu. Walau bagaimanapun, Haji Wan Ismail al-Fathani (lahir 2 Jamadilawal 1304 H/27 Januari 1887 M) dari segi perbandingan umur adalah peringkat cucu kepada Tok Ku Paloh (lahir 1233 H/1818 M).

Tahun lahir Tok Ku Paloh itu sama dengan tahun lahir Syeikh Wan Muhammad Zain al-Fathani (lahir 1233 H/1817 M). Beliau ini ialah datuk kepada Haji Wan Ismail al-Fathani. Hubungan antara Haji Wan Ismail al-Fathani, Kadi Jambu, dengan Tok Ku Paloh hanyalah kesinambungan hubungan yang terjalin sejak zaman datuknya itu, dan meneruskan hubungan antara Tok Ku Paloh dengan ayah beliau, iaitu Syeikh Ahmad al-Fathani.

Darah perjuangan Tok Ku Paloh dalam memperjuangkan Islam dan bangsa Melayu tidak dapat dinafikan mempunyai kesan tersendiri dalam tubuh Syeikh Ahmad al-Fathani. Isu kemaslahatan Islam dan bangsa Melayu yang menghadapi pelbagai masalah penjajah pada zaman itu perlu dilihat dalam konteks hubungan antara Syeikh Ahmad al-Fathani, Tok Ku Paloh dan Sultan Zainal Abidin III, Terengganu.

Tok Ku Paloh dirahmati berumur panjang. Beliau meninggal dunia pada bulan Zulhijjah 1335 H/September 1917 M. Bererti ketika meninggal dunia Tok Ku Paloh berusia sekitar 102 tahun menurut perhitungan tahun hijrah atau 100 tahun menurut tahun masihi.

Nama penuh beliau ialah Saiyid Abdur Rahman bin Saiyid Muhammad bin Saiyid Zainal Abidin al-Aidrus. Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus mempunyai beberapa nama gelaran, yang paling popular ialah Tok Ku Paloh. Gelaran lain ialah Engku Saiyid Paloh, Engku Cik, Tuan Cik dan Syaikh al-Islam Terengganu. Tok Ku Paloh mempunyai beberapa orang adik-beradik. Ada yang seibu sebapa dan ada juga yang berlainan ibu. Adik-beradik kandung Tok Ku Paloh ialah Saiyid Zainal Abidin al-Aidrus yang digelar dengan Engku Saiyid Seri Perdana, Saiyid Ahmad al-Aidrus digelar Tok Ku Tuan Ngah Seberang Baruh dan Saiyid Mustafa al-Aidrus yang digelar Tok Ku Tuan Dalam.

Beliau ialah seorang ulama dan Ahli Majlis Mesyuarat Negeri semasa pemerintahan Sultan Zainal Abidin III. Adik-beradiknya selain yang disebut itu ialah Tuan Embung Abu Bakar atau digelar dengan nama Tuan Embung Solok atau Tok Ku Tuan Kecik, Tuan Nik (Senik). Antara nama-nama tersebut, ramai yang memegang peranan penting dalam Kerajaan Terengganu tetapi nama yang paling masyhur ialah Tok Ku Paloh.

Pendidikan

Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus atau Tok Ku Paloh berketurunan ‘Saiyid’. Oleh itu sudah menjadi tradisi keturunan itu untuk lebih mengutamakan usaha mempelajari ilmu-ilmu daripada orang yang terdekat dengan mereka. Ayah beliau, Saiyid Muhammad al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar, pula merupakan seorang ulama besar yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam urusan Islam di Terengganu. Dapat dipastikan Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus telah belajar pelbagai bidang ilmu daripada orang tuanya sendiri.

Hampir semua orang yang menjadi ulama di Terengganu pada zaman itu memperoleh ilmu melalui jalur daripada ulama-ulama yang berasal dari Patani. Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus, selain belajar daripada ayahnya, juga berguru dengan Syeikh Wan Abdullah bin Muhammad Amin al-Fathani atau Tok Syeikh Duyung (lihat Utusan Malaysia, Isnin, 6 Mac 2006).

Saiyid Muhammad al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar dan Tok Syeikh Duyung bersahabat baik dan sama-sama belajar daripada Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahim al-Fathani di Bukit Bayas, Terengganu. Mereka juga sama-sama belajar dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani di Mekah.

Dalam artikel ini saya terpaksa menjawab satu e-mel dari Brunei Darussalam yang bertanyakan apakah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani berketurunan Nabi Muhammad s.a.w.? Sepanjang dokumen yang ditemui ada tulisan meletakkan nama ‘Wan’ pada awal nama beliau. Ada saudara pupu saya di Mekah memberi maklumat bahawa beliau menemui satu catatan Syeikh Ismail al-Fathani (Pak De 'El al-Fathani) bahawa ulama Patani itu juga berketurunan marga ‘al-Aidrus’.

Sejak dulu saya mengetahui ada catatan lain menyebut hal yang sama bahawa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahim al-Fathani di Bukit Bayas, Terengganu juga termasuk marga ‘al-Aidrus’. Dengan keterangan ini bererti antara ulama Patani dengan ulama Terengganu yang diriwayatkan ini selain ada hubungan keilmuan mereka juga ada perhubungan nasab.

Perjuangan

Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus (Tok Ku Paloh) melanjutkan pelajarannya di Mekah. Di sana beliau bersahabat dengan Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani, Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani, Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Nik Mat Kecik al-Fathani (kelahiran Sungai Duyung Kecil, Terengganu) dan ramai lagi. Antara orang yang menjadi guru mereka di Mekah ialah Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki.

Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus setelah pulang dari Mekah memusatkan aktivitinya di Kampung Paloh, Terengganu. Menurut Muhammad Abu Bakar, Kampung Paloh didatangi orang daripada pelbagai jurusan, bukan saja dari sekitar Kuala Terengganu, tetapi juga dari Kelantan, Pahang dan Patani (Ulama Terengganu, hlm. 181). Diriwayatkan bahawa salah seorang murid Tok Ku Paloh ialah Sultan Zainal Abidin III. Riwayat lain pula mengatakan antara muridnya yang terkenal dan menjadi pejuang antipenjajah ialah Haji Abdur Rahman Limbung dan Tok Janggut.

Tok Ku Paloh ialah ulama yang tidak takut menanggung risiko tinggi dalam perjuangan demi mempertahankan Islam dan bangsa Melayu. Beliau melindungi pejuang-pejuang Islam dan Melayu yang bermusuh dengan penjajah Inggeris pada zaman itu. Semangat jihadnya sungguh indah, menarik dan ada hembusan segar seperti yang diriwayatkan oleh Muhammad Abu Bakar.

Katanya: “Dalam Perang Pahang, penentang-penentang British yang dipimpin oleh Datuk Bahaman, Tok Gajah dan Mat Kilau hampir-hampir menyerah diri setelah mengalami tekanan daripada kerajaan.

“ Pada Mei 1894, mereka menghubungi Tok Ku Paloh, dan mendapat simpati daripada ulama tersebut. Ini bukan sahaja memberi nafas baru kepada perjuangan mereka, tetapi mereka juga diberi perlindungan di Paloh serta diajar ilmu untuk menentang musuh mereka di Pahang. Hugh Clifford dalam pemerhatiannya mengatakan Tok Ku Paloh telah menyeru pahlawan-pahlawan itu melancarkan perang jihad.

“Hasil semangat baru yang diperoleh daripada Tok Ku Paloh, serta penambahan kekuatan, pasukan pahlawan menjadi lebih besar dan tersusun.” (Ulama Terengganu, hlm. 184)

Daripada riwayat ini, kita dapat mengambil iktibar berdasarkan peristiwa dunia terkini bahawa ramai tokoh Islam menjadi pejuang Islam dan bangsanya, dan ramai pula yang menjadi pengkhianat. Afghanistan, Iraq, Palestin dan Lebanon menjadi sasaran bom yang dilancarkan oleh bangsa-bangsa bukan Islam. Ada ramai pejuang Islam di sana. Pengkhianat pun banyak. Bangsa kita, bangsa Melayu yang beragama Islam, patut mencontohi perjuangan bijak Tok Ku Paloh. Janganlah ada manusia Melayu yang khianat terhadap agama Islam dan bangsanya.

Tok Ku Paloh sangat berpengaruh terhadap murid dan saudara ipar beliau iaitu Sultan Zainal Abidin III. Beberapa pandangan dan nasihat Tok Ku Paloh kepada Sultan Zainal Abidin III tentang pentadbiran kerajaan banyak persamaan dengan surat-surat dan puisi Syeikh Ahmad al-Fathani kepada Sultan Terengganu itu. Semasa Tok Ku Paloh dan Sultan Zainal Abidin III masih hidup, Inggeris tidak berhasil mencampuri pentadbiran negeri Terengganu.

Tok Ku Paloh wafat pada bulan Zulhijjah 1335 H/September 1917 M dan Sultan Zainal Abidin III mangkat pada 22 Safar 1337 H/26 November 1918 M. Sesudah itu, tepat pada 24 Mei 1919 M barulah Inggeris dapat mencampuri kerajaan Terengganu.

Penulisan

Ahli sejarah, Datuk Misbaha ada menyebut bahawa risalah 'Uqud ad-Durratain adalah karya Tok Ku Tuan Besar, berdasarkan cetakan tahun 1950 oleh ahli-ahli Al-Khair dan cetakan pada tahun 1978 oleh Yayasan Islam Terengganu (Pesaka, hlm. 91). Tetapi pada cetakan yang jauh lebih awal berupa selembaran dalam ukuran besar yang diberi judul Dhiya' 'Uqud ad-Durratain, ia merupakan karya Tok Ku Paloh. Tertulis pada cetakan itu, “Telah mengeluar dan mengecapkan terjemah ini oleh kita as-Saiyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Zain bin Husein bin Mustafa al-Aidrus....”

Di bawah doa dalam risalah itu dinyatakan kalimat, “Tiada dibenarkan sekali-kali siapa-siapa mengecapkan terjemah ini melainkan dengan izin Muallifnya dan Multazimnya Ismail Fathani. Tercap kepada 22 Ramadan sanah 1335 (bersamaan dengan 11 Julai 1917 M).”

Yang dimaksudkan Ismail Fathani pada kalimat ini ialah Kadi Haji Wan Ismail bin Syeikh Ahmad al-Fathani. Risalah cetakan ini saya terima daripada salah seorang murid Haji Wan Ismail Fathani.

Beliau menjelaskan bahawa risalah itu diajarkan di Jambu, Patani secara hafalan. Orang yang menyerahkan risalah itu bernama Nik Wan Halimah yang berusia lebih kurang 78 tahun (Oktober 2000). Ketika beliau menyerahkan risalah itu kepada saya, beliau masih hafal apa yang termaktub dalam risalah itu.

Kemuncak penulisan Tok Ku Paloh yang sering diperkatakan orang ialah kitab yang diberi judul Ma'arij al-Lahfan. Sungguhpun kitab ini sangat terkenal dalam kalangan masyarakat sufi sekitar Terengganu, Kelantan dan Pahang namun ia belum dijumpai dalam bentuk cetakan.

Saya hanya sempat membaca tiga buah salinan manuskrip kitab itu. Ilmu yang terkandung di dalamnya adalah mengenai tasawuf.

Sebagaimana telah disebutkan, Tok Ku Paloh ialah seorang pejuang Islam dan bangsa. Beliau ialah penganut Thariqat Naqsyabandiyah.

Antara anak Tokku Paloh ialah Saiyid Aqil bin Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus. Beliau inilah yang bertanggungjawab mentashhih dan menerbitkan kitab nazam Kanz al-Ula karya datuknya, Tok Ku Tuan Besar, terbitan Mathba'ah al-Ahliyah Terengganu, 1347 H.

Salasilah Tokku Paloh:
* Abd Rahman 'Tokku Paloh' b Muhammad 'Tokku Tuan Besar' b Zain alAbidin b Husain b Mustofa b Sheikh b Mustofa b Ali Zain alAbidin b Abdullah b Sheikh b Abdullah b Sheikh b Abdullah Al-Idrus b Abu Bakar Sakran b Abd Rahman AsSaqqaf b Muhammad Maulaldawilah b Ali b Alwi b Muhammad Fakih Muqaddam b Ali b Muhammad b Ali b Alwi b Muhammad b Alwi b Abdullah b Ahmad Muhajjir b Isa b Muhammad al Naqib b Ali al Uraidhi b Jaafar Sadiq b Muhammad Baqir b Ali Zain alAbidin b Husain b Ali+Fathimah binti Muhammad SAWW *






Syahadat Tukku dituduh SESAT!
Amalan Syahadat Tukku ini pernah menjadi kontroversi apabila salah seorang pembawa amalan ini dihadapkan ke mahkamah kerana dituduh sesat. Peristiwa ini berlaku kepada Tuan Hj. Hussein Hj. Mat yang mengembangkan amalan ini di Kampung Gong Ubi Keling, Besut di mana dalam masa yang singkat saja sudah meriah dengan ramai pengikut.Tuan Hj.Hussein tidak menolak kemungkinan tidakan yang dikenakan ke atas dirinya itu didorong oleh iri hati dan hasad dengki orang2 tertentu kerana surau yang baru beliau bangunkan lebih meriah berbanding dengan surau2 lain. Mereka mendesak pihak berkuasa mengambil tindakan ke atas beliau atas alasan yang batil dan fitnah. Mengenang peristiwa pahit yang berlaku pada sekitartahun1950 itu, Hj. Hussein bercerita :“Hampir seribu orang yang berada di Mahkamah Kadhi Besut untuk mendengar keputusan perbicaraan saya yang dituduh sesat kerana mengamalkan Syahadat Tukku ini.”Orang ramai nampak cemas kerana peristiwa ini besar dan kali pertama berlaku di Besut. Menurut Hj. Hussein sewaktu perbicaraan, beliau disuruh membaca segala amalan yang diamalkannya selama ini. “Saya pun membaca habis satu persatu bermula dengan ratib Al Hadad, Burdah dan akhirnya Syahadat Tukku. Selesai saya membaca semuanya, Hakim Cik Awing yang juga Kadhi Besut itu berkata ; ‘Apa yang Tuan Hj. baca itu ada pada saya.’“Rupa2nya Tuan Hakim Cik Awing juga mengamalkan ratib Al Hadad dan Syahadat Tukku.“Kemudian saya dibebaskan tanpa sebarang tindakan yang dikenakan malah nampaknya tuan hakim itu pula yang seolah2nya mengalakkan amalan ini diteruskan. Mendengarkan keputusan yang benar itu maka orang ramai di luar mahkamah turut bersyukur dan ada yang menitiskan air mata gembira,” cerita Hj. Hussein lagi.Sehingga kini Hj. Hussein terus mengamalkan Syahadat Tukku bersama2 sahabat2nya,amalan pada setengah orang jahil dikatakan ‘syhadat tambahan’.Syahadat Tukku yang disusun oleh wali Allah itu terus popular di kalangan orang yang arif di banyak tempat dalam negeri Terengganu. Amalan yang menjelaskan unsur2 tauhid dan pembersihan hati yang amat diperlukan oleh seorang hamba terhadap Tuhannya, ALLAH SWT.


Makam Tokku Paloh yang terletak diatas bukit. Turun dari bukit ini, 
ada sebuah surau dan perigi yang digali sendiri oleh Tokku.


1 comments:

Bicara Maulana

0 comments: